14 Januari 2011

ComeBack

akhirnya ketemu juga ......

13 Juni 2009

POLMAS POLDA JATENG 2009

Membangun Kepemimpinan Inovatif
dalam Sistem Pemerintahan Negara menghadapi krisis Global
melalui Penerapan Polmas dalam meningkatkan Partisipasi masyarakat
Guna Terwujudnya Kamtibmas yang Kondusif

Kata Pengantar
Abstraksi
Policy Recomendation

BAB I :Latar Belakang Masalah
BAB II :Rumusan Masalah
BAB III:Alternatif Kebijakan
BAB IV :Penilaian Alternatif Kebijakan
BAB V :Kebijakan Yang di rekomendasikan
BAB VI :Rencana Strategi dan Implentasi Pelaksanaan

Daftar Isi
Lampiran - lampiran

Karya Tulis Prestasi Peroarangan ( KTP2 )

12 Juni 2009

Karya Tulis Prestasi Perorangan (KTP2) - Polmas

BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

Arus globalisasi memang suatu keniscayaan, pada akhirnya arus ini akan mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Globalisasi dipahami sebagai suatu proses yang terkait dengan intensifikasi, ekstensifikasi dan semakin mendalamnya saling ketergantungan dan keterkaitan antar manusia. Konsep ini setidaknya mempunyai beberapa karakteristik antara lain terkait erat dengan kemajuan dan inovasi, arus informasi, serta komunikasi.

Dampak arus globalisasi tersebut adalah dengan munculnya reformasi. Reformasi nasional tidak terlepas dari perhatian terhadap situasi dan kondisi yang melatarbelakangi, berpengaruh dan mendorong gerakan reformasi serta nuansa aspirasi masyarakat yang berkembang seiring dengan lahirnya semangat reformasi nasional.

Pada puncak krisis multidimensional itulah, kemudian masyarakat secara nasional menggulirkan aspirasi tiga agenda yakni reformasi nasioanal yaitu demokratisasi, reformasi penegakan hukum dan hak asasi manusia yang dipergunakan sebagai pilar untuk melakukan pembaharuan dan reformasi penataan dan perbaikan dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sasaran utama reformasi nasional adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel bersih dan bebas KKN, terciptanya keseimbangan peran masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dalam kegiatan pembangunan, serta terselenggaranya keamanan dan ketertiban nasioanal yang kondusif, Rencana Kerja Pemerintah tahun 2008 disebutkan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi di Indonesia relatif belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketidakmampuan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, ditandai antara lain masih tingginya angka kemiskinan, banyaknya jumlah pengangguran, sulitnya mendapatkan lapangan kerja serta rendahnya daya beli masyarakat. Hal tersebut merupakan faktor korelatif kriminalogen yang apabila tidak ditangani dengan baik maka dapat menjadi tindak kriminal atau dalam kepolisian dikenal dengan istilah ancaman faktual. Dalam hal inilah peran dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi sangat penting serta kompleks.

Kompleksnya ruang lingkup tugas Polri memerlukan upaya peningkatan kemampuan dibidang keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas. Polri harus memeliki keahlian dan ilmu pengetahuan secara konseptual dan teoritikal untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kepolisian. Apalagi terdapat pernyataan bahwa berapapun personel polisi ditambah pada kenyataannya tidak dapat mencegah naiknya angka kriminalitas ( David H. Bayley, 1998 ). Artinya bahwa meningkatnya angka kriminalitas tidak hanya bisa dihadapi dengan penambahan jumlah personel Polri saja harus ada suatu konsep yang mendukung upaya Polri untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat ditengah segala keterbatasan.

Reformasi Polri berkelanjutan terus bergulir, seiring dengan tuntutan reformasi nasional, dari Paradigma lama yang kental dengan sosok pemegang otoritas kekuasaan, antagonis, kebijakan top down, menuju pada Paradigma baru yang lebih menampilkan sebagai sosok pengemban amanat rakyat, protagonis, kebijakan bottom-up, orientasi pada pemecahan masalah ( problem solving ) dan memposisikan masyarakat sebagai mitra sejajar Polri.

Pada dasarnya reformasi ini menuntut adanya performance Polri yang profesional. Tuntutan stakeholder ( masyarakat ) ini sangat wajar, namun bagi organisasi Polri mambangun profesionalisme tidak semudah membalik telapak tangan. Berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mewujudkan harapan masyarakat sebagai stakeholder dalam konteks berbangsa dan bernegara, namun keinginan akan adanya kehidupan sosial yang aman, tertib, tentram, damai lahir dan batin masih belum sepenuhnya terwujud.

Partisipasi aktif masyarakat tidak datang begitu saja, Polisi tidak dapat mengharapkan partisipasi masyarakat apabila Polisi sendiri tidak menghormati HAM, menyalahgunakan wewenang atau menunjukkan perilaku tidak profesioanal. Ketika Polisi berperilaku negatif, kepercayaan masyarakatpun hilang demikian pula sebaliknya jika berperilaku positif, kepercayaan masyarakat tumbuh subur.

Profesional Polri sejak era reformasi secara proaktif telah disikapi dengan adanya perubahan, menuntut Polri untuk berkiprah lebih Profesional, karenanya Polri telah dan sedang melakukan berbagai perubahan yang mendasar pada aspek struktural ( institusi, organisasi, susunan dan kedudukan), instrumental ( filososi, doktrin, kewenangan, kompetensi, kemampuan, fungsi iptek), dan kultural (manajemen sumber daya, manajemen operasional dan sistem pengamanan oleh masyarakat). Hal ini telah dicanangkan dalam Grand Strategi Polri tahu 2005-2025 yang pada setiap saat diperbaiki sesuai tahapan yang sedang berjalan, selaras dengan perkembangan lingkungan strategik yang selalu berubah ( unpredictable ).

Dalam sepuluh tahun reformasi, di bidang struktural, Polri sudah melakukan reorganisasi kepemimpinan Polri, mulai dari tingkat markas besar hingga tingkat satuan kewilayahan, seiring perkembangan otonomi daerah dan tuntutan tugas sebagaimana diamanatkan UU No 2/2002.

Dimensi kepemimpinan selalu bersifat kontekstual dan dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Kepemimpinan yang inovatif selain membutuhkan kapabilitas personil (kemampuan memimpin), juga perlu adanya komitmen yang kuat dari segenap pimpinan struktural atau pembuat kebijakan struktural dan dukungan sumber daya yang memungkinkan seseorang dapat memimpin secara efektif. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi harus mampu menjabarkan visi dan misi organisasi melalui kebijakan dan strategi serta dioperasionalisasikan dalam bentuk program-program atau kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.

Secara tradisional Polri mengembangkan program Bimbingan Masyarakat (Bimmas) dan program – program yang berkaitan dengan Sistem Keamanan Swakarsa (Siskaswakarsa). Program Siskamswakarsa dilakukan melalui Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) yang meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja sebagai bentuk – bentuk pengamanan Swakarsa sebagaimana ditetapkan dalam Undang – Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Babinkamtibmas (Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) berperan sebagai ujung tombak pelaksanaan Siskamswakarsa/Siskamling. Selain membawa berbagai manfaat, pola penyelenggara tugas Polri yang bersifat “pre-emptif” dengan pendekatan “Bimmas/Babinkamtibmas” yang mencerminkan hubungan struktural “Kekuasaan“ dipandang perlu untuk disesuaikan untuk perkembangan masyarakat madani.

Masa eforia pemisahan Polri dari ABRI terjadi pada tahun 2000 ketika terbit Ketetapan MPR Nomor VI dan No VII Tahun 2000. Dua tahun kemudian, terbitlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Setelah itu pada tahun 2005, keluar Surat Keputusan Kepolri ikhwal Strategi Model Perpolisian Indonesia yang disebut Polmas.

Perencanaan Strategis Polri 2005-2009 telah memasukkan Polmas sebagai sebuah strategi Polri untuk membangun kemitraan sejajar dengan masyarakat dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui pemecahan akar masalah yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Untuk mengimplementasikan Polmas, Kapolri mengeluarkan Surat Keputusan No. Pol. : 737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Untuk mewujudkan kepemimpinan Polri yang mampu mengakselerasi penerapan Polmas, maka dibutuhkan beberapa strategi antara lain adalah membangun komitmen atau tanggung jawab moral untuk menerapkan Polmas sebagai strategi Polri untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), kemampuan membangun birokrasi Polri yang profesional, adanya sistem pengawasan dan pengendalian (wasdal) atas penerapan Polmas, serta adanya dukungan dan partisipasi aktif dari pihak-pihak terkait (stakeholders) dan masyarakat.

23 Februari 2009

23 Februari 2009

Hari Senin . . . kerja ..... kerja ...... dan menuntut ilmu ...... mencari nafkah . . . . semoga dapat berkah . . . .

21 Februari 2009

Sabtu 21 Februari 2009 disemarang

Jam 16.30 wib ..................... Hujan .....................

18 Februari 2009

Di Tahan . . . Polisi

2 Suporter Sepak Bola PSIS - PANSER BIRU di tahan Polisi saat laga pertandingan sepak bola antara PSIS Vs PERSIJAP karena menyalakan kembang api . . . .

Bapak Kapolriku, adakah petunjuk bagi kami?
Pak Bugiakso, adakah petunjuk bagi kami ?



Alloh SWT raja Manusia, beri petunjuk bagi kami
rouf
- Tahun baru banyak pesta kembang api -

Rapat Pengurus

Mengaharap kehadiran Panitia Musyawarah Besar ( MUBES ) Panser Biru pada :
Hari : Rabu ( nanti malem )
Tgl : 18 Februari 2009
Jam : 19.00 wib
Tempat : Jl. S.Parman Sekretariat MUBES ( Sebelah Selatan RS. Kariadi )
Agenda : Rapat Koordinasi persiapan MUBES

Demikian undangan disampaikan, di ucapkan terimakasih.
Salam Panser
Ketau MUBES 2009


( Abdul Rouf, S.Kom )
Click Here!